Rabu, 22 Maret 2017

HARUS BERPISAH



Sejak kejadian pengusiran, Pak SK “menghilang”.

Dia tidak datang ke kantor proyek, apalagi ke rumah.
Eh … koq saya merasa ada yang hilang, ya?
Biasanya bertemu 2-3 hari sekali … sampai mami aja bosen lihat dia lagi dia lagi.
Saat itu (1996), handphone masih langka … belum ada SMS / WhatsApp / Line dan sejenisnya.
Mau bertanya ke Pak Min (teman kerja yang juga teman 1 mess-nya Pak SK)…  segan juga.
Bisa jadi, Pak SK sudah bercerita kepada Pak Min kalau saya telah mengusirnya beberapa hari yang lalu.
Akhirnya, saya kirimkan pesan ke pager-nya, “Sedang sakit, Pak?”

Malamnya, Pak SK datang ke rumah.
Sesudah basa-basi seadanya, dia berkata, “Beberapa hari ini, saya banyak merenung, menerka-nerka alasan kamu marah. Saat pertama kali ketemu kamu di kantor, saya melihat anak baru lulus kuliah (belum wisuda), masih muda, dengan kaca mata tebal dan bulat, baju yang ketinggalan jaman, tetapi selalu tersenyum. Kesannya happy terus, makanya saya tertarik.”
Saya terdiam.
Lalu dia melanjutkan, “Sesudah kenal lebih jauh, hidup kamu ternyata berat, susah, lebih miskin (dari keluarganya). Saya melihat diri kakak perempuan saya ada padamu. Kuliah saya, dia yang biayai. Sama-sama hidup hemat, rajin menabung, peduli pada keluarga dan orang tua. Selama ini, saya hidup nyaman sendirian. Dapat mobil inventaris kantor, mess (rumah karyawan yang disediakan kantor) …. Saya menikmati hidup, sedangkan kamu tidak!”
Saya tetap terdiam.
Dia berkata lagi, “Saya ini laki-laki, dari segi umur jauh lebih tua, tapi tidak berpikir seperti itu… tidak menabung, tidak ada keinginan punya rumah… Ga mau pusing dengan masa depan. Sekarang saya hampir 30 tahun dan tidak punya apa-apa. Bodohnya!”
Saya berkata dalam hati … parah … MaDeSu (masa depan suram) tuh.
Dia meneruskan lagi, “Kemarin saya sudah menghadap atasan, minta penyesuaian gaji karena sebentar lagi mau berumah tangga. Gaji yang sekarang sih cukup untuk membiayai anak-istri, tetapi kurang besar untuk mencicil rumah…. Jadi, karena gaji di perusahaan ini sudah standarnya segitu, Atasan menawarkan untuk pindah kerja ke perusahaan lain (milik kenalan baiknya) di Jakarta. Tanggal 8 April (1996) ini, saya sudah mulai kerja di sana …. Maaf, kamu baru tahu sekarang...dari kemarin-kemarin mau saya sampaikan ....tapi kamu ngambek, marah melulu!
Saya menatapnya … ada rasa penyesalan campur sedih.
Terakhir dia berkata, “Seharusnya saya kenal kamu dari dulu, supaya cepat sadar, punya tujuan hidup. Sekarang biarpun sudah terlambat, saya akan kumpulkan uang untuk keluarga saya datang ke (pulau) Jawa (tepatnya Bandung) bisa melamar tahun ini. Kemudian kita akan punya rumah!”
Sesudah itu, kami ngobrol-ngobrol sebentar, mendengarkan rencana-rencananya saat di Jakarta nanti : akan tinggal di rumah susun Pulo Mas – bareng teman sewaktu kuliah di Yogya dulu, akan dapat mobil inventaris dari perusahaan barunya (belum tahu mobil apa), akan datang ke Bandung setiap hari Sabtu kalau tidak ada lembur di weekend, akan menemani saya di acara wisuda bulan Mei nanti … bla bla bla.
Suasana menjadi sendu…. ada kebersamaan yang akan berlalu… perasaan kehilangan mulai muncul.
Sebentar lagi, kita tidak akan bertemu di tempat kerja, tidak bisa makan siang dan pulang bareng lagi, tidak bisa ngobrol-ngobrol sampai malam (mami hanya bolehin sampai jam 9 sih).
Hiks hiks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar