Sejak menikah di November 1997, kami selalu menyewa
rumah.
Ketika kami sama-sama bekerja mulai September 2000,
muncul impian untuk punya rumah sendiri. Ternyata, kenaikan tabungan kami
sejalan dengan kenaikan harga rumah. Saat uang muka terkumpul, harga rumahnya
sudah naik dan uang mukanya ikut naik! Hal itu terus terjadi, dan kami terpaksa
memperpanjang sewa rumah tahun demi tahun.
Akhir 2002, saya berkata kepada suami, “Saya bosan
ngontrak terus! Rumah kecil pun saya mau. Luas tanah 60 m2 pun OK! Rumah bekas
pun ga masalah!” Ternyata, tidak mudah juga karena kami tidak bisa sepakat. Lalu
suami menanyakan rumah yang sudah kami sewa 5 tahun ini. Sudah bocor di
sana-sini, banyak rayap, dan jalanan depan rumah sering banjir. Saat hujan
turun, semua ember, gelas plastic, mangkok, baskom, gayung, tersebar di seluruh
bagian rumah. Di “ruang tamu dan ruang makan” tidak masalah karena hanya
ruangan kosong, tetapi di ruang tidur, wadah-wadah itu di atas kasur membuat
tidur terganggu.
Ternyata, pemilik rumah mensyaratkan uang penjualan
rumahnya harus cukup untuk membeli rumah baru dan masih ada sisa uang untuk
pensiun! Permintaan yang menjengkelkan!! Saat melihat ada spanduk besar dari
developer, perihal ada cluster baru dibuka, uang muka bisa dicicil 8 kali, kami
langsung datang ke Kantor Pemasaran, memilih unit paling kecil (tipe 50/102) dan
membayar uang tanda jadi.
Sesampainya di rumah, baru mulai menghitung dan
membuat rencana pembiayaan. Untuk uang muka ke-6 dan 7, perlu pinjam kantor,
uang muka ke-8 pinjam orang tua, untuk biaya KPR dan notaries pinjam lagi
ke… siapa, ya?
Malam itu kami sadar, betapa banyaknya hutang yang
akan kami punya!! Apakah dibatalkan
saja?
Keesokan harinya, sales developer menelepon. Dia
ternyata salah memberi informasi. Program uang muka dicicil 8 kali hanya
berlaku s.d. akhir Februari 2003. Kami seharusnya uang muka cicil 6 kali. Kami
katakan tidak sanggup! Sesudah dia berdiskusi dengan atasannya, kami dibolehkan
ikut program bulan lalu. Tanggal tanda jadi yang tadinya awal Maret diganti menjadi
28 Februari. Tuhan sudah buka jalan!
Meskipun mencicil 8 x uang muka ini berat, kami
sepakat untuk tetap membayar perpuluhan. Puji Tuhan, akhirnya semua biaya tercukupi bahkan
ada uang lebih untuk renovasi halaman belakang.
Juni 2004, kami pindah ke rumah tersebut, cluster
baru di ujung perumahan. Jauh dari jalan raya, pasar, ataupun pusat keramaian.
Karena sekeliling masih berupa lahan yang ditumbuhi tanaman liar, juga
rawa-rawa, ada banyak serangga. Saat musim hama, puluhan bahkan ratusan kutu
berbentuk ½ bola masuk ke dalam rumah. Kami menjalaninya tahun demi tahun.
Beberapa tahun kemudian, cluster ini diperluas dan
diberi pintu gerbang kedua, langsung ke jalan baru Harapan Indah sector 2. Cluster-cluster
lain pun dibangun. Cluster saya yang semula terpencil, sekarang menjadi
strategis dan harga jualnya naik cepat karena punya 2 akses, ke perumahan lama
dan ke sektor baru.
Tuhan
Allah yang maha tahu, yang dapat melihat jauh ke depan, telah menyediakan yang
terbaik pada waktu-NYA. Sabar dan percaya saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar