Minggu, 22 Januari 2017

KELUARGA CAMPURAN


Pernah mendengar istilah Bibit, Bebet dan Bobot?

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menentukan sendiri dari “Bibit” mana dia lahir.
Saya contohnya.

Nenek dari pihak Ibu, adalah seorang Muslimah, pribumi asli kelahiran Garut – Jawa Barat.  Ia dikarunia anak dari perkawinan pertama, kemudian bercerai, menikah dengan kakek saya dan dikarunia 12 orang anak. Kakek saya seorang keturunan Cina, beragama Kristen Advent (yang Gerejanya hari Sabtu), mempunyai 3 anak dari perkawinan pertama sebelum menikahi Nenek. Dengan demikian, Ibu saya yang merupakan anak ke-10, punya  kakak tiri dari ibu juga 3 kakak tiri dari ayah.

Meskipun kakek nenek berbeda agama, mereka hidup rukun, sangat jarang bertengkar, saling menghargai agama masing-masing. Jadi, saya sebagai cucunya, kadang ikut-ikutan puasa, ikut Lebaran, dan ikut Natalan juga. Yang jelas, tidak ada makanan babi dalam keluarga besar ini, karena nenek tidak pernah memasak makanan yang diharamkan itu, dan kebiasaan itu diteruskan oleh Ibu saya.

Nenek adalah pribadi yang sangat baik, sabar dan solehah. Meskipun Beliau punya banyak menantu dan lebih dari 50 orang cucu, dan kemudian beberapa orang cicit, dengan bermacam-macam agama, adat istiadat, suku bangsa dan ras, Beliau tidak pernah marah / bertengkar dengan siapapun. Beliau menjadi panutan sampai meninggal di tahun 1995.

Di sisi lain, nenek dan kakek dari ayah saya berasal dari daratan Cina. Ayah saya dan adik satu-satunya adalah keturunan pertama yang lahir di Indonesia. Mereka berdoa di kelenteng.

Jadi, perbedaan bagi saya adalah hal yang biasa… “Kami semua (memang) bersaudara”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar