Jika lingkungan kumuh tempat kami tinggal disamakan dengan roda,
di mana “ban”nya menjadi jalan raya yang bisa dilalui 2 mobil, maka rumah saya hampir
berada di titik pusat, jauh ke mana-mana. Nah, di ujung gang, ada rumah besar
di belakang rumah lain yang menghadap jalan mobil. Meskipun sama-sama tinggal
di gang, penghuni rumah ini dicap sebagai orang kaya. Anak-anak, termasuk saya
dan adik, kadang berkunjung ke rumah ini untuk numpang nonton karena Ibu
pemilik rumah sering memutar film lewat Video Recorder.
Saya sebaya dengan anak perempuan pemilik rumah, jadi kami sering
ngobrol. Ia kadang bercerita tentang
Papanya yang jarang di rumah karena sering di Jakarta, bahkan beberapa kali
keluar negeri untuk bermain golf. Wow,
keren! Jangankan ke Jakarta, perjalanan
paling jauh saya paling ke Garut / Majalengka.
Ketika saya katakan bahwa “Enak, ya jadi kamu... anak orang kaya.” di luar
dugaan, teman sebaya ini menjawab, “Saya malah ingin seperti kamu. Bisa sering
jalan-jalan bersama papa mama. Kelihatan mesra, bahagia, tidak seperti saya ….
kesepian.”
Hm … ternyata setiap orang punya sisi lain yang bisa dicemburui.
Sadarkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar