Sebagai keluarga yang tumbuh besar di pinggir kali di kota Bandung,
biaya sekolah bukan hal yang ringan, meskipun sudah mendapat keringan biaya dari SD
Katolik dekat rumah kami.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membayar uang
sekolah, Ibu membuat es mambo dan sambil berangkat sekolah, kami mampir ke
sekolah sekolah lain untuk menitipkan dagangan. Saat pulang sekolah, kami
mampir lagi untuk mengambil uang hasil penjualan es hari itu dan membawa pulang
termosnya. Hal yang menyedihkan adalah saat musim hujan di mana termos-termos itu masih berat karena
kurang laku,apalagi jika disertai turun hujan.
Sepulang sekolah, saya dan adik membantu Ibu memasukkan buah papaya,
nanas dan bengkuang yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam plastic es mambo.
Dari setiap plastic yang terisi, kami mendapat upah dan dituliskan ke buku
kecil. Seminggu sekali, upah tersebut diuangkan dan kami berjalan kaki ke BTN
untuk menyetorkannya. Nilai nominal-nya tidak seberapa, tetapi Ibu selalu
mengingatkan bahwa uang itu diperlukan untuk masuk SMP kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar