Kamis, 26 Januari 2017

BOSS SALAH PILIH ?



Mulai November 2010, saya mulai bekerja di perusahaan yang baru, sebuah developer besar yang sudah go public. 
Beberapa minggu di sini, saya menyadari banyaknya karyawan expatriate dari berbagai negara, baik Australia, Eropa, juga Asia. Beberapa karyawan local pun ternyata pernah bekerja / kuliah di luar negeri. 
Bahasa Inggris banyak digunakan di kantor ini dan saya kesulitan. Untuk menulis email / memo, saya dibantu Google Translate. Itu pun beberapa penerima surat kebingungan dengan maksud surat saya. Saat harus lisan, saya sering tergagap, banyak hal di "kepala",  tetapi jadi mampet saat harus diucapkan. Akhirnya kalimat yang muncul jadi campur aduk, Indonesia – Inggris. 

Satu waktu sebelum rapat di akhir 2011, di ruangan hanya ada saya dan seorang bule Australia yang baru bergabung menjadi Direktur baru. Sesudah diskusi beberapa hal, dia mulai bertanya (aslinya dalam bahasa Inggris, di bawah ini sudah diterjemahkan):

Bule : Kamu pernah kerja di luar negeri?

Saya : Tidak

Bule : Kamu pernah sekolah atau kuliah di luar negeri?

Saya : Tidak

Bule : Kamu pernah kerja di perusahaan asing?

Saya : Pernah, lebih dari 10 tahun yang lalu.

Bule (dengan muka mulai penasaran): Kamu masih keluarga Big Boss?

Saya : Tidak

Bule (dengan muka lebih penasaran): Kamu punya kekerabatan dengan keluarga Big Boss, ya?

Saya : Tidak

Bule (dengan muka bingung) : Ada yang salah ini. Big Boss sudah melakukan kesalahan saat merekrut kamu sebagai asistennya. Hanya masalah waktu bagi dia untuk menyadari hal ini.

Saya sambil mesem-mesem hanya bisa jawab : Itu Tuhan yang perbuat.

Lalu saya pun pamit pindah ruangan. Sulit bersaksi dalam Bahasa Inggris: kenapa saya ada di perusahaan ini, bukan? (silakan lihat cerita “Wawancara Kerja Yang Aneh”)



Dan pernyataan dia ini akhirnya “terbukti”. Bukan hanya dia yang merasa saya kurang pas berada di perusahaan ini. 

September 2012, saya disingkirkan. (silakan lihat cerita “FItnah di Kantor”)


Hanya karena pertolongan Tuhan saja, saya masih ada di perusahaan ini sampai kesaksian ini ditulis.


DARI NGOJEK JADI FORTUNER



Sepertinya menjadi kebiasaan banyak pria tertarik kepada kendaraan, begitu juga suami saya suka memperhatikan mobil-mobil lain dan "ngiler" pada Toyota Fortuner. Hanya bisa ngiler tanpa berani mimpi bisa punya, karena meskipun kami menjual rumah yang kami tempati, tidaklah cukup untuk membelinya.

November 2010, saya pindah bekerja ke perusahaan baru dan meneruskan kebiasaan lama, naik ojek saat pergi dan pulang kerja, juga perjalanan dinas ke kantor cabang bila tidak kebagian mobil operasional. Begitu sering saya naik ojek, sehingga di pangkalan – pangkalan ojek tertentu, mereka sudah mengenal saya. Puji Tuhan, meskipun sering menempuh perjalanan jauh, antara lain Senayan ke Pluit, Senayan ke Kelapa Gading, Gandaria ke Kasablanka, saya selalu dalam perlindungan dan pertolongan Tuhan, diluputkan dari kecelakaan dan kejahatan, juga tidak sakit karena kehujanan.

Ternyata Pemilik Perusahaan mendengar kabar ngojek tersebut. Jadi, Beliau melalui direktur HRD menawarkan mobil inventaris (Honda CRV). Karena saya lebih banyak berada di kantor pusat, juga melihat mobil operasional kantor yang terbatas jumlahnya dan sering menjadi rebutan, saya usulkan penambahan mobil operasional saja (Kijang Innova).

Beberapa hari kemudian, Direktur HRD menyampaikan bahwa Beliau terkejut dengan jawaban saya yang tidak umum! 
Biasanya orang yang ditawari akan memilih warna mobil, menanyakan mobil bekas atau mobil baru, jenis / grade / class mobil, besarnya tunjangan bahan bakar dan service mobil, menanyakan jangka waktu mobil bisa dialihkan menjadi milik pribadi, bahkan beberapa orang mengajukan upgrade dari batasan perusahaan. 

Karena itu, Pemilik Perusahaan memutuskan untuk menambah 1 mobil operasional (Kijang Innova) sesuai usul saya dan juga memberi 1 mobil inventaris (Toyota Fortuner) lengkap dengan supir karena saya tidak bisa menyetir. Beliau juga mengijinkan saya memakainya untuk berlibur / berakhir pekan.

Sungguh di luar kebiasaan! Umumnya “ditawar / di-nego”, saya malah “diberi lebih”.
Kami yang selama ini hanya bisa ngiler, mulai Agustus 2011 diberi kuasa menikmati mobil baru langsung dari dealer.

Sampai kesaksian ini saya tulis, Tuhan tetap memberi kami kuasa menikmatinya, plus perlindungan dan pertolongan Tuhan, diluputkan dari kecelakaan dan kejahatan.

Puji Tuhan!

Minggu, 22 Januari 2017

YANG KECIL DITUKAR YANG BESAR



Summarecon akan launching perumahan baru di Bandung, kota di mana orang tua saya tinggal. Dari 2 cluster yang akan dibuka, saya mendaftar untuk 1 nomor undian di cluster A yang harganya lebih terjangkau.
Marketing menyarankan untuk ambil lebih banyak nomor undian karena jumlah peminat lebih banyak dari jumlah rumah yang dijual, tetapi saya hanya sanggup membayar 1 nomor undian saja.

Tanggal 14 November 2015, atas kemurahan Tuhan, rumah suami saya terjual dalam + 30 jam saja. Dari uang tanda jadi yang kami dapat, saya mengambil 1 nomor undian lagi untuk cluster B yang lokasinya lebih baik dari cluster A.

Sejak itu, saya selalu berdoa, “Tuhan, ada lebih dari 1.000 orang peminat untuk 122  rumah baru ini. Jika dalam pandangan Tuhan adalah baik bagi saya, tolong beri nomor urut kecil supaya saya dapat rumah sesuai dengan nomor rumah yang saya cantumkan di formulir pendaftaran, tetapi jika Tuhan tidak setuju, berilah saya nomor urut sebesar-besarnya supaya saya tidak usah pergi ke Bandung. Apapun keputusan Tuhan, saya tetap bersyukur karena Tuhan selalu memberi yang terbaik. Amin”

Tanggal 19 November 2015, hari pengundian Nomor Urut Pengambilan unit, saya mendapat nomor urut kecil dan mendapatkan unit pilihan pertama di cluster B. Wow…. Puji Tuhan!

Tuhan menyusun langkah demi langkah, hari demi hari dengan begitu indah.
Semuanya disusun tepat waktu, tidak terlambat. Amin.

DIBERKATI UNTUK ORANG LAIN



Rumah kami di Harapan Indah - Bekasi Barat sudah 2 kali disewakan dan 2 kali pula dittinggalkan oleh penyewa sebelum masa sewa habis. 

Karena itu, kami sepakat untuk memperbaiki dan kemudian menjualnya.
13 November 2015 pagi, kami pasang spanduk “DIJUAL” di pagar rumah tersebut.
Dengan kondisi ekonomi global yang saat ini kurang baik dan menjual “tanpa perantara”, kami siap mental bahwa menjual rumah perlu waktu lama, seperti rumah-rumah lain yang dijual di sekitar kami, bahkan ada yang sudah dipasarkan lebih dari 2 tahun.

Malam harinya, saat hujan turun deras, seorang Bapak menelepon.
Dia sudah ada di depan rumah itu dan mau melihat bagian dalam rumah.
Sebenarnya malam itu dia akan membayar uang tanda jadi rumah yang lain, tetapi entah mengapa, “calon penjual” tersebut tidak dapat ditemui dan tidak bisa dihubungi.
Sambil menunggu pertemuan dengan “calon penjual”, Bapak ini keliling-keliling kompleks untuk mencari rumah kontrakan karena rumah yang akan dibelinya perlu direnovasi. 
Saat dia melewati rumah kami, dia tertarik untuk membandingkan dengan rumah yang malam itu mau di-tanda jadi.
Setelah dia berlama-lama di rumah kami, ia mengajukan penawaran Rp 950 juta dari harga jual Rp 1.1 M.
Wow ... langsung ada penawaran dari penelepon / peminat pertama.

Sebelum tidur, saya teringat seorang Hamba Tuhan dan berdoa: “Tuhan, saya tahu bahwa saat ini Hamba Tuhan ini sedang dalam pergumulan, tetapi saya tidak mau menjual rumah murah-murah. Tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk memberkati dia. Jika saya belum bisa memberkati Hamba Tuhan ini karena masih perlu waktu untuk menjual rumah ini, Tuhan pasti sanggup memakai orang lain untuk memberkati dia tepat waktu.”

Keesokan siangnya, peminat pertama dan satu-satunya itu datang kembali. 
Ia menaikan penawaran harga menjadi Rp 1,0 M dan berani membayar uang tanda jadi Rp 350 juta paling lambat 16 November 2015 pagi. 
Rumah itu pun terjual hanya dalam + 30 jam. Wow, Puji Tuhan!

Setelah menerima uang tanda jadi, kami segera transfer ke Hamba Tuhan yang muncul dalam pikiran sebelum saya doa tidur.
Tidak lama Beliau datang menemui kami dan inilah kesaksiannya,
 “Bulan ini pergumulan kami sangat berat. Kami belum bayar PLN, PAM, Iuran Lingkungan, uang sekolah dua anak kami, dan uang pangkal masuk universitas anak sulung yang harus dibayar paling lambat akhir bulan ini. Kami sudah berdoa dan berpuasa berhari-hari. Malah beberapa Hamba Tuhan lain datang meminta bantuan untuk biaya melahirkan dan kebutuhan mendesak lainnya. Ternyata Tuhan telah menyediakan berkat besar untuk kami.”

Oh ... ternyata rumah kami terjual begitu cepat untuk menjawab pergumulan Hamba Tuhan ini. Kami diberkati karena orang lain yang berseru kepada Tuhan.